Ap.umsida.ac.id – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terus menjadi persoalan sosial yang mendalam di Indonesia, termasuk di Kabupaten Sidoarjo. Menurut data yang tercatat oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sidoarjo, jumlah kasus KDRT terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Meskipun begitu, UPTD PPA memegang peran vital dalam penanganan kasus ini dengan menjalin koordinasi yang intensif dengan berbagai pihak, seperti aparat penegak hukum, Dinas Sosial, D3PAKB, lembaga swadaya masyarakat (LSM), tenaga medis, hingga tokoh masyarakat.
Baca juga: Etika Administrasi Publik: Pilar Kepercayaan di Era Digital
Sinergi Lintas Sektor dalam Penanganan KDRT
UPTD PPA Sidoarjo berfungsi sebagai koordinator utama dalam menangani korban KDRT.

Sebagai koordinator, UPTD PPA bertugas untuk mengorganisir dan memfasilitasi penanganan kasus KDRT dengan melibatkan semua pihak terkait.
Namun, meskipun koordinasi antar lembaga berjalan, tantangan terbesar yang dihadapi adalah rendahnya tingkat pelaporan kasus KDRT.
Banyak korban yang enggan melaporkan karena rasa takut, malu, atau ketidakpastian tentang proses hukum.
Dosen Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Hendra Sukmana, menyoroti pentingnya koordinasi yang lebih baik antar lembaga untuk meningkatkan efektivitas penanganan kasus KDRT.
Beliau mengatakan, “UPTD PPA sudah melakukan berbagai upaya yang baik dalam menjalin kerja sama dengan aparat hukum dan lembaga terkait, tetapi tanpa adanya laporan yang jelas, penanganan kasus akan terhambat.”
Lihat juga: Australia Terapkan Kebijakan Right to Disconnect, Perlindungan Baru bagi Karyawan
Kendala Koordinasi UPTD PPA dengan Aparat Hukum
Koordinasi antara UPTD PPA dan pihak kepolisian, meskipun sudah dilakukan, tidak selalu berjalan mulus.

Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah kurangnya bukti yang kuat dari korban, yang sangat diperlukan untuk proses hukum.
Tanpa bukti yang cukup, aparat penegak hukum tidak bisa langsung memproses kasus lebih lanjut, yang pada akhirnya memperlambat penuntasan kasus tersebut.
Seperti yang disampaikan oleh Kepala UPTD PPA Sidoarjo, Prastiwi Trijanti, “Meski kami sudah melakukan koordinasi yang baik dengan kepolisian, namun seringkali kasus tidak bisa diproses lebih lanjut karena kurangnya bukti yang jelas,” ungkapnya.
Ia menambahkan, “Kami harap agar penanganan kasus KDRT bisa lebih cepat dengan dukungan yang lebih baik dari aparat penegak hukum.”
Hal ini menunjukkan bahwa tantangan dalam penanganan KDRT tidak hanya terbatas pada koordinasi antar lembaga, tetapi juga pada masalah pengumpulan bukti yang sah dan lengkap.
Memperkuat Kerja Sama Antar Lembaga dan Peningkatan SDM
Salah satu upaya penting yang perlu dilakukan oleh UPTD PPA Sidoarjo adalah memperkuat kerja sama dengan berbagai pihak, terutama dalam pengumpulan dan validasi bukti kasus.
UPTD PPA juga harus berfokus pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) mereka agar layanan yang diberikan kepada korban dapat lebih optimal.
Misalnya, menambah jumlah tenaga profesional seperti psikolog dan konselor yang dapat mendampingi korban dengan lebih fokus.
Keterbatasan SDM menjadi kendala signifikan dalam memastikan efektivitas penanganan kasus KDRT. Saat ini, beberapa staf harus merangkap tugas sebagai konselor dan pendamping hukum, yang berpotensi memengaruhi kualitas pelayanan.
Seperti yang disampaikan oleh salah satu staf administrasi UPTD PPA, “Kami memang merangkap tugas sebagai konselor dan pendamping hukum, namun kami tidak ingin hal ini mengganggu kualitas layanan. Kami butuh lebih banyak tenaga profesional untuk meningkatkan kualitas pendampingan yang diberikan.”
Dengan penguatan SDM dan koordinasi antar lembaga yang lebih solid, penanganan kasus KDRT dapat berjalan lebih efisien dan tepat sasaran.
Salah satu solusi yang diusulkan adalah pengembangan sistem layanan berbasis teknologi informasi yang bisa mempercepat pemantauan dan proses penanganan kasus.
UPTD PPA Sidoarjo memainkan peran penting dalam penanganan KDRT dengan mengkoordinasikan berbagai pihak terkait, mulai dari aparat penegak hukum hingga lembaga swadaya masyarakat.
Namun, untuk meningkatkan efektivitas penanganan, penguatan koordinasi antar lembaga, peningkatan kapasitas SDM, dan edukasi masyarakat tentang pentingnya pelaporan kasus KDRT harus menjadi prioritas.
Dosen Ap Umsida Hendra Sukmana, menekankan bahwa dengan kerja sama yang lebih baik dan dukungan SDM yang lebih kuat, penanganan kasus KDRT di Kabupaten Sidoarjo bisa lebih optimal.
Penulis: Indah Nurul Ainiyah