Ap.umsida.ac.id – Pemilihan umum merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi. Proses ini seharusnya mencerminkan kebebasan rakyat dalam memilih pemimpin berdasarkan visi, misi, dan kapabilitas calon yang bersangkutan.
Namun, praktik money politic atau politik uang sering kali mencederai prinsip dasar demokrasi.
Fenomena ini tidak hanya berpengaruh pada kualitas kepemimpinan yang terpilih, tetapi juga menimbulkan dampak negatif yang luas terhadap stabilitas demokrasi dan kepercayaan publik terhadap sistem pemilu.
Menurunnya Kualitas Demokrasi akibat Money Politic
Money politic terjadi ketika calon pemimpin atau partai politik memberikan uang, barang, atau janji-janji finansial kepada pemilih untuk mendapatkan dukungan suara.
Praktik ini mengalihkan esensi demokrasi dari kompetisi gagasan dan kebijakan menjadi transaksi material.
Akibatnya, pemilih cenderung lebih mempertimbangkan keuntungan jangka pendek daripada kualitas kepemimpinan yang sesungguhnya.
Ketika seorang pemimpin terpilih karena uang, bukan karena kompetensi, maka kebijakan yang dibuat sering kali tidak mencerminkan kebutuhan rakyat, melainkan lebih berpihak kepada kepentingan kelompok tertentu yang mendanai kampanye mereka.
Hal ini menyebabkan ketimpangan dalam pembangunan, korupsi yang semakin meluas, serta berkurangnya akuntabilitas pejabat publik terhadap konstituennya.
Baca juga: Efektivitas Pengawasan Partisipatif dalam Mencegah Praktik Money Politic
Demokrasi yang sehat seharusnya mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam memilih pemimpin yang berintegritas.
Namun, ketika money politic menjadi budaya dalam setiap pemilu, demokrasi mengalami degradasi yang berakibat pada melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemilu.
Pemilih yang merasa bahwa hasil pemilu sudah ditentukan oleh uang cenderung menjadi apatis dan enggan berpartisipasi dalam proses demokrasi.
Efek Jangka Panjang terhadap Kepercayaan Publik
Kepercayaan publik merupakan elemen penting dalam menjaga stabilitas politik dan legitimasi pemerintahan.
Namun, ketika pemilih menyadari bahwa politik uang telah mengakar dalam sistem pemilu, rasa percaya terhadap pemimpin dan institusi negara menjadi terkikis.
Masyarakat akan berpikir bahwa suara mereka tidak lagi memiliki pengaruh signifikan, karena yang menentukan kemenangan bukanlah kualitas calon, melainkan seberapa besar uang yang mereka keluarkan.
Efek domino dari politik uang ini dapat menyebabkan meningkatnya praktik korupsi.
Pemimpin yang telah mengeluarkan banyak biaya dalam kampanye akan berusaha mengembalikan modal politik mereka melalui berbagai cara, termasuk penyalahgunaan wewenang dan penggelapan dana publik.
Hal ini memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan dan membuat mereka semakin skeptis terhadap institusi politik.
Selain itu, money politic juga berpotensi melanggengkan dinasti politik.
Kandidat yang memiliki sumber daya finansial lebih besar akan lebih mudah mendapatkan dukungan dibandingkan dengan calon yang memiliki kompetensi tetapi minim modal.
Hal ini mempersempit peluang bagi individu-individu yang memiliki integritas dan kapabilitas tinggi untuk terjun ke dunia politik, sehingga regenerasi kepemimpinan menjadi stagnan dan kualitas demokrasi semakin memburuk.
Lihat juga: Menakar Dinamika Pilkada 2024: Perspektif Dosen Komunikasi Politik Umsida
Langkah Pencegahan dan Upaya Penguatan Regulasi
Mencegah praktik money politic tidaklah mudah, tetapi bukan berarti mustahil.
Upaya penguatan regulasi dan penegakan hukum yang ketat terhadap pelaku politik uang menjadi langkah pertama yang harus dilakukan.
Pemerintah dan lembaga pengawas pemilu seperti Bawaslu harus memiliki wewenang yang lebih besar dalam mengidentifikasi dan menindak pelaku politik uang.
Selain itu, transparansi dalam pendanaan kampanye politik juga harus ditingkatkan.
Setiap partai politik dan calon harus melaporkan dengan jelas sumber dana mereka dan bagaimana dana tersebut digunakan.
Dengan demikian, publik dapat menilai apakah ada indikasi praktik politik uang dalam kampanye yang mereka jalankan.
Edukasi politik kepada masyarakat juga menjadi faktor penting dalam memerangi money politic.
Masyarakat harus diberikan pemahaman bahwa menerima uang atau barang dari calon pemimpin bukan hanya mencederai demokrasi, tetapi juga merugikan mereka dalam jangka panjang.
Kampanye anti-money politic harus diperkuat dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, media, dan organisasi masyarakat sipil.
Di era digital, teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk memantau dan mencegah praktik politik uang.
Penggunaan aplikasi pelaporan pemilu dan media sosial sebagai alat transparansi dapat membantu masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran secara langsung dan mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai calon pemimpin yang akan mereka pilih.
Money politic merupakan ancaman serius bagi kualitas demokrasi dan kepercayaan publik terhadap sistem pemilu.
Ketika politik uang mendominasi proses pemilihan, pemimpin yang terpilih bukan lagi yang terbaik, tetapi yang memiliki sumber daya finansial lebih besar.
Akibatnya, kebijakan yang dihasilkan tidak berpihak pada kepentingan rakyat, melainkan kepada kelompok tertentu yang memiliki pengaruh ekonomi dalam politik.
Untuk mengatasi fenomena ini, regulasi yang lebih ketat, transparansi pendanaan kampanye, serta edukasi politik kepada masyarakat harus menjadi prioritas.
Jika dibiarkan, money politic akan terus menggerogoti demokrasi dan memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem politik.
Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah, lembaga pemilu, masyarakat, dan media sangat dibutuhkan untuk menciptakan pemilu yang bersih, adil, dan berintegritas.
Penulis: Indah Nurul Ainiyah