Kesetaraan Gender dalam Islam: Menelusuri Makna dalam 7 Ayat Al-Qur’an

Ap.umsida.ac.id – Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin) memiliki prinsip luhur tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Prinsip ini tidak hanya sekadar wacana spiritual, tetapi juga menjadi landasan dalam membangun kehidupan sosial, hukum, dan keluarga yang adil dan beradab.

Melalui tujuh ayat Al-Qur’an, nilai-nilai kesetaraan gender ditegaskan sebagai bagian dari ajaran inti Islam.

Dalam konteks sejarah perjuangan perempuan Muslim, Muhammadiyah telah memberikan ruang penting bagi keterlibatan perempuan sejak awal abad ke-20.

Sosok Siti Walidah, pendiri ‘Aisyiyah pada tahun 1917, menjadi pelopor gerakan perempuan Islam yang mendorong partisipasi aktif perempuan dalam pendidikan dan kehidupan publik.

Kongres Perempuan Pertama yang berlangsung pada 22–25 Desember 1928 juga mencatat peran tokoh seperti Siti Munjiyah dan Siti Hayinah dalam memperjuangkan derajat perempuan dalam Islam.

Baca juga: Literasi Digital Masif Jadi Kunci Keadilan Gender di Era Digital

Bahkan, tema khutbah “Derajat Perempuan” yang disampaikan Munjiyah kala itu sempat memicu perdebatan hangat di kalangan masyarakat Muslim, menandakan bahwa isu kesetaraan sudah menjadi diskursus penting sejak lama.

Al-Qur’an Menegaskan Kesetaraan Peran Laki-laki dan Perempuan

Ayat-ayat Al-Qur’an menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan diperlakukan secara setara oleh Allah SWT dalam hal tanggung jawab keagamaan, balasan atas amal, serta potensi untuk berbuat kebaikan.

Dalam surat An-Nisa ayat 124, Allah menegaskan bahwa siapa pun yang beramal saleh dan beriman, baik laki-laki maupun perempuan, akan mendapatkan balasan surga. Ini menunjukkan bahwa spiritualitas dalam Islam tidak dibatasi oleh gender.

Surat At-Taubah ayat 71 mengangkat peran kolektif laki-laki dan perempuan sebagai penegak kebaikan dan pencegah kemungkaran.

Mereka digambarkan sebagai pemimpin bagi sebagian yang lain, memperlihatkan struktur relasi yang setara dalam masyarakat.

Kepemimpinan, pengawasan moral, serta tanggung jawab sosial merupakan amanah yang dapat diemban oleh keduanya, sesuai potensi dan kompetensi masing-masing.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 35, kisah penciptaan manusia melalui figur Adam dan Hawa memberikan ilustrasi kuat tentang kolaborasi dan tanggung jawab bersama sejak awal.

Dalam narasi ini, keduanya menerima perintah, diberi fasilitas, dan ikut serta dalam proses spiritual secara aktif. Al-Qur’an menggunakan bentuk kata ganti “huma” (keduanya) yang menunjukkan bahwa peran laki-laki dan perempuan dalam sejarah manusia adalah setara sejak penciptaan.

Potensi, Prestasi, dan Tanggung Jawab Hukum yang Setara

Al-Qur’an juga menegaskan bahwa baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki kapasitas untuk meraih prestasi, keberhasilan, dan kehidupan yang bermakna.

Dalam surat An-Nahl ayat 97 dan surat An-Nisa ayat 124, disebutkan bahwa setiap orang yang berbuat baik akan diberikan kehidupan yang baik dan pahala yang besar tanpa membedakan jenis kelamin.

Lebih lanjut, kesetaraan gender dalam Islam juga tercermin dalam aspek hukum. Surat An-Nur ayat 2 dan Al-Maidah ayat 38 menunjukkan bahwa hukuman terhadap pelanggaran berlaku sama bagi laki-laki dan perempuan.

Islam tidak mengenal diskriminasi dalam perlakuan hukum; setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya, baik dalam ranah moral maupun sosial.

Kesetaraan dalam penegakan hukum ini mencerminkan prinsip keadilan Islam yang menolak segala bentuk perlakuan istimewa berdasarkan gender.

Dalam masyarakat yang ideal, perlakuan hukum yang adil terhadap semua pihak adalah dasar dari keberlangsungan tatanan sosial yang harmonis dan bermartabat.

Lihat juga: Bagaimana Pola Asuh Anak yang Berkeadilan Gender Berlandaskan Ajaran Islam?

Membangun Masyarakat dan Keluarga Berbasis Kesetaraan

Pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tentang kesetaraan gender menjadi penting dalam membangun kehidupan keluarga dan masyarakat yang sehat.

Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah ke-3, khususnya dalam bagian tentang Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, menekankan bahwa relasi laki-laki dan perempuan bukanlah hubungan dominasi, melainkan kemitraan setara.

Kesetaraan di sini bukan berarti menyeragamkan peran, melainkan memberikan ruang yang adil dan proporsional bagi masing-masing pihak untuk berkembang.

Baik di ranah domestik maupun publik, Islam memberikan peluang yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk berkontribusi dalam membangun peradaban.

Penerapan nilai-nilai kesetaraan dalam kehidupan sehari-hari akan memperkuat fondasi keadilan sosial dan kemanusiaan.

Ketika laki-laki dan perempuan dihargai secara setara, maka terbuka ruang lebih luas untuk membangun masyarakat yang lebih toleran, inklusif, dan penuh kasih.

Penulis: Isna Fitria Agustina SSos MSi