Wartawan di Garis Api: Siapakah yang Aman dari Serangan Digital?

ap.umsida.ac.id-Laboratorium Kebijakan Publik dan Perencanaan Pembangunan Program Studi Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), kembali menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) series 5 yang dilaksanakan secara offline dan pada pukul 13.00-selesai WIB, Jum’at (26/4/2024).

Kegiatan itu diadakan untuk menggali lebih dalam mengenai peran media dalam branding politik. Acara yang diikuti oleh Asisten Laboratorium AP Umsida dan Pengurus Himpunan Mahasiswa Program Studi Administrasi Publik Umsida, menghadirkan Eben Heazer S.AB., M.MED.KOM Selaku FOXTOR HARIAN SURYA dan Ilmi Usrotin Choiriyah selaku Kaprodi Administrasi Publik, Umsida sebagai Narasumber.

Sekretaris Prodi Administrasi Publik, Umsida, Hendra Sukmana menyambut baik kegiatan FGD tersebut. “Kami mengucapkan selamat datang bagi Narasumber dan selamat datang juga teman-teman mahasiswa dalam FGD series kelima ini. Pada kesempatan ini, kita ditemani oleh om Eben, seorang editor Harian Surya yang super asik. Selamat melanjutkan diskusi ya teman-teman.” Pungkasnya

“Saya mengajar di Universitas Airlangga dan Universitas Terbuka, serta menjadi Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surabaya. AJI terus dianggap memiliki hubungan yang sensitif dengan pemerintah, dan sering mendesak pemerintah untuk lebih memperjuangkan kemerdekaan pers di Indonesia. Visi AJI adalah untuk menjadi lebih kuat dalam memperjuangkan kebebasan informasi untuk publik. Menjadi jurnalis adalah jembatan antara publik, karena mereka harus menyajikan kebenaran kepada publik” Ujar Eben

Dalam diskusi kali ini, Eben menjelaskan kondisi pers saat ini: “Pers dan kekerasan terhadap jurnalis semakin meningkat. Hal ini, termasuk kekerasan digital, contohnya serangan digital pada situs website/media massa berbasis online. Kami menghadapi tantangan, salah satu sisi adalah meningkatnya persaingan dalam industri media saat ini. Kami juga menghadapi berbagai masalah etika yang kompleks. Ekosistem juga ikut berubah secara dramatis, dan saingan kami dalam industri jurnalis bukan hanya akun anonim, tetapi juga para influencer di Indonesia.” Jelas Eben

Ia juga menjelaskan bahwa dalam dunia media, penggunaan platform TikTok semakin familiar, terutama dalam konteks politik seperti memanfaatkannya untuk kepentingan pemilu melalui media sosial. Setiap berita sering kali dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan politik. Kepentingan politik seringkali memengaruhi konten yang disajikan, menantang pemirsa untuk memilah informasi yang akurat dan tidak akurat. Pada era informasi yang sangat cepat, branding politik tentu harus dilakukan dengan cara yang efektif pula.

Ilmi Usrotin Choiriyah selaku Kaprodi Administrasi Publik mengungkapkan bahwa “Branding media dalam era politik memiliki peran penting dalam membangun komunikasi politik yang efektif. Politisi menggunakan media sosial untuk membangun citra positif dan memperoleh dukungan publik. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial dan platform digital sangat penting dalam membangun elektabilitas politik dan calon birokrat di Indonesia. Setiap organisasi, termasuk pemerintahan dan publik, dapat menjadi media dan membuat medianya sendiri”

Ilmi juga menambahkan bahwa media sosial memainkan peran penting dalam meningkatkan partisipasi politik, terutama bagi generasi muda, pada pesta demokrasi tahun 2024. Dengan adanya media sosial, masyarakat dapat mengungkapkan pendapat politik mereka dan melakukan berbagai aktivitas politik hanya dengan sentuhan jari dan kapan saja, dimana saja. Para kandidat juga dapat menggunakan media sosial sebagai titik awal untuk berinovasi, meningkatkan citra, dan menarik perhatian serta dukungan.

“Kebutuhan dasar kami, sebagai jurnalis, adalah untuk dapat melindungi diri sendiri. Konten politik seringkali menjadi sasaran yang rawan bagi kami. Sebagai contoh, ketika kami meliput kasus tambang ilegal di Madura, seringkali kami didatangi oleh ormas. Untuk menjadi media yang berani, kami juga harus memberdayakan jurnalis kami. Salah satu langkah yang kami ambil adalah memberikan pelatihan keamanan data. Kami berupaya menjaga keamanan keluarga kami juga, serta melakukan mitigasi risiko sebagai wartawan. Karena wartawan seringkali menjadi korban, dan pada masa lalu, mereka bahkan dianggap sebagai musuh para elit pula. Kami bertekad untuk mengawal kepentingan publik dengan integritas dan keberanian.” Pungkas Eben

“Jurnalis di era digital tidak hanya diharuskan untuk membuat berita cepat, tetapi juga harus akurat. Serangan digital menjadi jenis kekerasan terhadap jurnalis. Saya harap pemerintah menjadi lebih tegas dalam menjaga keamanan jurnalis dari ancaman digital.” Tegas Ilmi

“Saya simpulkan bahwa media, sebagai pemain penting dalam masyarakat kita, memang bisa menjadi sumber masalah sekaligus solusi. Jurnalis, yang berada di garis depan dalam perjuangan ini, juga menghadapi risiko yang tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri tetapi juga keluarganya. Berharap kita dapat terlibat dalam lebih banyak diskusi mengenai masalah publik kedepan.” Tutup Hendra

Rekomendasi:

1. Pemerintah dapat secara efektif mengubah citra politiknya dengan beradaptasi dengan era informasi yang bergerak cepat dan mendukung jurnalis dalam memperjuangkan kebebasan informasi bagi publik.
2. AJI dapat memperkuat kemitraan dengan media lain untuk meningkatkan kemampuan jurnalis dalam menghadapi berbagai tantangan di industri jurnalistik.
3. Mahasiswa AP UMSIDA dapat meningkatkan kemampuan medianya dengan mengikuti sesi pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhannya.