Media Sosial: Antara Sarana Penyebaran dan Pencegahan Persekusi

Ap.umsida.ac.id – Penelitian Ahmad Riyadh dan tim dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) berjudul “Criminal Law Perspectives on Persecution in Indonesia” memberikan wawasan mendalam tentang peran media sosial dalam fenomena persekusi.

Media sosial, sebagai platform yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, sering kali menjadi ruang untuk penyebaran tindakan persekusi verbal. Namun, di sisi lain, media sosial memiliki potensi besar sebagai alat untuk edukasi dan pencegahan jika digunakan dengan bijak.

Penyalahgunaan Media Sosial dalam Persekusi
Sumber: Pexels

Media sosial telah berkembang menjadi alat yang mempermudah penyebaran ujaran kebencian dan ancaman. Persekusi verbal yang terjadi di media sosial sering kali berbentuk penghinaan, ancaman, atau penyebaran informasi palsu yang bertujuan untuk merugikan individu atau kelompok.

Contohnya adalah penghinaan berbasis perbedaan agama atau politik yang kerap memicu konflik di ruang digital dan bahkan berdampak pada kehidupan nyata. Regulasi hukum yang ada, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang ITE Pasal 29 jo Pasal 45B, telah menetapkan ancaman pidana hingga enam tahun penjara bagi pelaku persekusi verbal.

Baca juga: Klasifikasi dan Regulasi Persekusi dalam Hukum Indonesia: Tantangan dan Peluang

Meski demikian, penelitian ini mencatat bahwa penegakan hukum di lapangan sering menghadapi berbagai kendala. Tantangan seperti melacak pelaku anonim dan mengumpulkan bukti elektronik yang valid menjadi hambatan utama. Dalam konteks ini, tanpa regulasi yang lebih tegas dan adaptif terhadap perubahan teknologi, media sosial akan terus menjadi lahan subur bagi tindakan persekusi.

Langkah Mitigasi oleh Pemerintah dan Penyedia Platform
Sumber: Pexels

Untuk memitigasi penyebaran persekusi melalui media sosial, kolaborasi erat antara pemerintah dan penyedia platform sangat diperlukan. Pemerintah memiliki peran penting dalam memperkuat regulasi, termasuk pengawasan konten dan kerjasama internasional dengan platform global seperti Facebook, Instagram, dan Twitter.

Di sisi lain, penyedia platform harus proaktif dalam menghapus konten yang melanggar hukum, melindungi pengguna dari ancaman, dan menciptakan algoritma yang cerdas untuk mendeteksi ujaran kebencian secara otomatis.

Platform media sosial juga dapat memberikan alat pelaporan yang mudah digunakan oleh pengguna. Dengan kemudahan ini, laporan tentang konten persekusi dapat ditangani lebih cepat dan akurat. Langkah ini membantu mempercepat penanganan kasus, mengurangi dampaknya, dan menciptakan ruang digital yang lebih aman bagi pengguna.

Lihat juga: Digitalisasi dalam Kebijakan Publik: Pelatihan Analisis untuk Meningkatkan Efektivitas Pemerintahan

Pemerintah juga dapat membentuk regulasi yang mendorong platform digital untuk lebih bertanggung jawab dalam menangani konten negatif. Di sisi lain, kerja sama dengan lembaga non-pemerintah dan komunitas lokal juga penting untuk menciptakan kampanye kesadaran yang berfokus pada pencegahan persekusi.

Pentingnya Edukasi Hukum kepada Masyarakat

Salah satu tantangan terbesar dalam menangani persekusi melalui media sosial adalah rendahnya pemahaman masyarakat tentang batasan hukum terkait ujaran kebencian dan tindakan persekusi.

Penelitian ini menyoroti bahwa banyak individu tidak menyadari bahwa komentar atau unggahan mereka di media sosial dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.

Edukasi hukum menjadi kunci dalam mencegah tindakan persekusi. Pemerintah, institusi pendidikan, dan organisasi masyarakat sipil dapat berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak hukum dari tindakan mereka di dunia maya.

Kampanye digital, seminar, dan webinar adalah beberapa cara yang efektif untuk menyampaikan pesan ini kepada khalayak luas.

Selain itu, literasi digital juga perlu ditingkatkan untuk mengajarkan masyarakat cara berkomunikasi secara etis di media sosial. Dengan memahami batasan hukum dan etika digital, masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapat mereka dan menghindari tindakan yang dapat dikategorikan sebagai persekusi.

Langkah edukasi ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada individu tetapi juga membantu menciptakan ekosistem digital yang lebih sehat. Ketika masyarakat memahami konsekuensi dari tindakan mereka, ruang digital dapat menjadi tempat yang lebih inklusif dan mendukung dialog yang konstruktif.

Media sosial memiliki peran ganda dalam konteks persekusi: sebagai alat penyebaran tindakan persekusi verbal dan sebagai sarana untuk pencegahan.

Penelitian Ahmad Riyadh menegaskan bahwa pencegahan tindakan persekusi melalui media sosial membutuhkan pendekatan yang holistik. Regulasi yang lebih tegas, kolaborasi antara pemerintah dan penyedia platform, serta edukasi hukum kepada masyarakat adalah langkah-langkah strategis yang harus diambil.

Penulis: Indah Nurul Ainiyah