Tantangan dan Solusi dalam Implementasi PLAVON Dukcapil di Kabupaten Sidoarjo

Ap.umsida.ac.id – Kabupaten Sidoarjo terus berinovasi dalam pelayanan publik dengan mengadopsi sistem e-government melalui layanan Pelayanan Via Online (PLAVON) oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
Program ini dirancang untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses layanan administrasi kependudukan secara online. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Ilmi Usrotin Choiriyah dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo mengungkapkan berbagai tantangan dalam pelaksanaannya. Artikel ini mengeksplorasi kendala utama, yaitu kesiapan sumber daya manusia, masalah teknologi, serta kurangnya sosialisasi kepada masyarakat, dan menawarkan beberapa rekomendasi untuk mengatasi hambatan tersebut.
1. Kesiapan Sumber Daya Manusia yang Belum Optimal

Kendala utama dalam implementasi PLAVON terletak pada rendahnya kesiapan sumber daya manusia, terutama di kalangan masyarakat pengguna. Walaupun petugas desa telah dilatih untuk mendukung operasional layanan, sebagian besar masyarakat masih kesulitan menggunakan aplikasi ini. Kelompok lansia menjadi salah satu segmen masyarakat yang paling terdampak. Mereka sering kali menghadapi kendala dalam memahami dan mengoperasikan aplikasi berbasis teknologi ini, sehingga mereka terpaksa meminta bantuan dari perangkat desa untuk mengurus administrasi mereka.

Menurut Choiriyah, literasi digital masyarakat perlu ditingkatkan agar mereka dapat memanfaatkan layanan ini secara mandiri. Pelatihan penggunaan aplikasi PLAVON yang diselenggarakan secara rutin di tingkat desa dapat menjadi solusi. Selain itu, program ini dapat mencakup simulasi penggunaan aplikasi yang melibatkan berbagai kelompok usia, terutama lansia, agar mereka lebih percaya diri dalam menggunakan teknologi.

Lihat juga: Dorong Transparansi, Prodi AP Umsida Gelar Workshop e-Partisipasi Masyarakat Menuju Sidoarjo Smart Governance

2. Kendala Teknologi: Stabilitas Jaringan Internet

Selain keterbatasan sumber daya manusia, masalah teknologi menjadi tantangan signifikan lainnya dalam implementasi PLAVON. Koneksi internet yang tidak stabil sering kali menjadi hambatan, terutama di daerah pedesaan. Gangguan teknis, seperti aplikasi yang error atau data yang gagal terkirim, menyebabkan masyarakat harus mengulang proses administrasi. Hal ini tidak hanya menyita waktu tetapi juga menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap layanan.

Peneliti merekomendasikan agar pemerintah daerah memperbaiki infrastruktur jaringan internet di wilayah pedesaan, termasuk memastikan akses jaringan yang lebih luas dan stabil. Penguatan sistem aplikasi PLAVON dengan teknologi yang lebih canggih dan andal juga penting untuk mencegah gangguan teknis yang sering terjadi. Investasi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi layanan tetapi juga memastikan pengalaman pengguna yang lebih baik.

Baca juga: Mendorong Digitalisasi: Pelatihan Transformasi Kebijakan Publik, Prodi AP Umsida Datangkan Ahli

3. Kurangnya Sosialisasi kepada Masyarakat

Tantangan lain yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah minimnya sosialisasi mengenai keberadaan dan cara penggunaan layanan PLAVON. Meski telah diperkenalkan sebagai terobosan besar dalam pelayanan publik, banyak masyarakat yang masih belum mengetahui keberadaan program ini. Sosialisasi melalui media online dianggap belum cukup untuk menjangkau masyarakat di wilayah terpencil atau dengan akses internet terbatas.

Choiriyah merekomendasikan pendekatan yang lebih langsung dan personal untuk memperkenalkan PLAVON kepada masyarakat. Pemerintah desa dapat mengadakan pertemuan warga, sesi pelatihan langsung, atau penyuluhan mengenai manfaat dan cara penggunaan aplikasi ini. Pendekatan tersebut tidak hanya meningkatkan kesadaran masyarakat tetapi juga mendorong partisipasi aktif mereka dalam memanfaatkan layanan digital ini.

Agar PLAVON dapat berfungsi secara optimal dan memberikan manfaat yang maksimal kepada masyarakat, beberapa langkah strategis harus dilakukan:

  1. Peningkatan Literasi Digital: Pemerintah desa dan Dukcapil perlu mengadakan pelatihan rutin bagi masyarakat, termasuk simulasi penggunaan aplikasi dan sesi edukasi tentang manfaat teknologi digital.
  2. Penguatan Infrastruktur Teknologi: Investasi dalam jaringan internet yang lebih baik, khususnya di daerah pedesaan, akan memastikan layanan berjalan dengan lancar. Selain itu, sistem aplikasi PLAVON harus terus diperbarui agar lebih andal dan responsif.
  3. Sosialisasi yang Lebih Intensif: Menggunakan berbagai media komunikasi dan pendekatan langsung, seperti pertemuan warga atau kampanye di tempat-tempat umum, dapat menjangkau masyarakat yang belum terpapar informasi tentang PLAVON.

PLAVON Dukcapil adalah langkah besar menuju digitalisasi layanan publik yang lebih efisien dan transparan. Dengan mengatasi tantangan yang ada, layanan ini dapat menjadi model bagi daerah lain di Indonesia. Inovasi seperti ini tidak hanya memberikan solusi praktis bagi masyarakat tetapi juga menunjukkan komitmen pemerintah untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi.

Penelitian Choiriyah menunjukkan bahwa transformasi digital dalam pelayanan publik tidak hanya tentang adopsi teknologi tetapi juga tentang membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dengan menyelesaikan tantangan-tantangan ini, PLAVON dapat menjadi tonggak penting dalam sejarah digitalisasi layanan publik di Indonesia, menciptakan layanan yang inklusif, mudah diakses, dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Penulis: Indah Nurul Ainiyah