Framing Politik Identitas di Instagram: Analisis Tagar Kadrun dalam Pilpres 2024

Ap.umsida.ac.id – Penelitian Fajar Muharram menyingkap bagaimana #Kadrun di Instagram membangun konstruksi politik identitas Anies Baswedan.

Berdasarkan analisis framing dari tiga akun Instagram yang paling aktif dalam gerakan ini, yaitu @bukankadalgurun, @kadrunbahlul, dan @demokratzy, ditemukan bahwa Anies Baswedan dikonstruksi sebagai politisi Islam radikal yang ingin mengubah sistem demokrasi negara menjadi khilafah.

Akun-akun tersebut, yang berperan sebagai buzzer atau pendengung, berupaya membingkai Anies sebagai tokoh yang dekat dengan kelompok radikal dengan menggunakan berbagai teknik visual dan narasi.

Salah satu caranya adalah dengan mengganti nama Anies menjadi “Wan Abud,” sebuah julukan yang digunakan untuk mengasosiasikannya dengan budaya Arab.

Selain itu, konten yang diunggah sering kali dilengkapi dengan foto-foto tokoh radikal seperti Rizieq Shihab, meskipun foto tersebut sebenarnya tidak muncul dalam berita online yang dikutip oleh buzzer.

Baca juga: Konstruksi Identitas Politik di Instagram: Penelitian Dosen Umsida Ungkap Gerakan Tagar Kadrun dalam Pemilu 2024

Legitimasi Melalui Portal Berita

Dalam upaya memperkuat framing tersebut, buzzer menggunakan portal berita online sebagai sumber legitimasi. Berita-berita ini dijadikan referensi untuk menampilkan seolah-olah framing yang dibuat adalah faktual dan aktual.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada kemungkinan bahwa beberapa portal berita yang dipilih oleh para buzzer ini juga terlibat dalam jaringan pendengung di media sosial, mengingat pesan yang disampaikan senada dengan framing yang dilakukan di Instagram.

Konten yang dihasilkan oleh akun-akun buzzer tersebut secara konsisten membangun opini negatif tentang Anies Baswedan dengan masa kanak-kanaknya pada aspek psikologis yang mendalam seperti agama dan etnis.

Framing ini terus berulang dalam berbagai konten yang diproduksi, dengan memanfaatkan elemen-elemen visual seperti pakaian budaya Arab dan kalimat-kalimat provokatif yang menggiring persepsi masyarakat terhadap Anies dan kelompok pendukungnya.

Polarisasi Politik Identitas

Menurut Fajar, konstruksi politik identitas berbasis agama dan etnis telah menjadi tren di media sosial sejak Pemilu 2019.

Agama, sebagai salah satu aspek yang paling rawan, sering kali dimanfaatkan untuk kepentingan politik dan ekonomi. Meski afiliasi agama dalam politik bisa menjadi pendorong sikap partisipatif yang positif, banyak pihak yang justru terjebak dalam politik identitas yang mendukung polarisasi sosial.

Berdasarkan analisis konten tagar #Kadrun, buzzer tidak hanya fokus pada menciptakan konstruksi politik identitas Islam radikal, tetapi juga menyerang kelompok oposisi lainnya.

P ada awalnya, tagar ini memang digunakan untuk melabeli kelompok 212 dan tokoh-tokoh oposisi Islam yang dianggap keras, namun dalam perkembangan gerakannya, tagar #Kadrun juga menyerang partai-partai oposisi, seperti Partai Demokrat yang diwakili oleh akun @demokratzy.

Fenomena Buzzer dan Kontroversi Fakta

Fenomena buzzer tidak hanya terjadi di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Bradshaw & Howard (2019) di 70 negara menunjukkan bahwa 89% negara-negara tersebut menggunakan buzzer untuk menyerang lawan politiknya.

Buzzer sering kali menggunakan akun palsu untuk membentuk narasi yang menyudutkan pihak-pihak tertentu. Dalam konteks tagar #Kadrun, para buzzer menggunakan portal berita online dan elemen-elemen visual seperti judul berita, angle foto, dan istilah-istilah seperti khilafah dan Wan Abud untuk memperkuat narasi mereka.

Lihat juga: Awali Karir Gemilang, Mahasiswa Umsida Ikuti Sosialisasi dan Onboarding MSIB Batch 7

Buzzer Sebagai Agen Terampil

Fajar juga menyoroti bahwa para buzzer ini bukanlah poros sembarangan. Dalam teori sosial yang dikembangkan oleh Giddens, buzzer dapat disebut sebagai agen terampil yang memahami struktur media sosial dan bagaimana menciptakan polarisasi politik dengan cara yang sangat strategis.

Mereka memahami bagaimana pesan-pesan mereka dapat menciptakan tren di media sosial, yang pada akhirnya mempengaruhi persepsi politik masyarakat.

Penelitian ini mengungkap bahwa penggunaan buzzer dalam politik modern telah menjadi fenomena yang umum. Meskipun pada dasarnya buzzer biasa digunakan dalam strategi pemasaran untuk memperluas jangkauan promosi, dalam politik, buzzer digunakan untuk menciptakan narasi yang dapat mempengaruhi hasil pemilu. Fenomena ini tidak hanya menciptakan fenomena di dunia maya, tetapi juga memperkuat polarisasi di masyarakat.

Penelitian Fajar Muharram memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana tagar #Kadrun digunakan oleh para buzzer untuk membingkai identitas politik Anies Baswedan secara negatif.

Melalui teknik-teknik framing yang canggih, buzzer berhasil menciptakan polarisasi di media sosial yang memperkecil konflik politik berbasis agama dan etnis. Fenomena ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh media sosial dalam membentuk persepsi politik di era digital.

Penulis: Indah Nurul Ainiyah